Headline

Semarang yang Bernuansa Belanda (Sebuah Catatan Perjalanan Kru Washilah selama Seminggu di Jawa)

Pukul 18.15 (19/10), KM Gunung Dempo yang saya tumpangi dari kota daeng segera berlabuh di tanjung perak kota Surabaya. Suara angin, ombak dan pengumuman awak kapal mengiringi langkahku menuju dek 6 kapal untuk melihat tanjung perak secara langsung untuk pertama kalinya.


Akhirnya aku bisa menghirup udara di kota pahlawan, Surabaya. Terasa bagai mimpi bisa di sini. Di Surabaya, saya berangkat menuju stasiun pasar turi untuk pesan tiket kereta api menuju Semarang. Dalam perjalanan kurang dari 20 menit, saya melihat banyak patung pahlawan yang berdiri tegak di alun-alun kota. Sayangnya, saya kurang beruntung. Sesampai di stasiun, tak ada kereta yang berangkat hari itu. “Tunggu kereta besok pagi aja mas,” kata Satpam, dengan logat jawanya yang kental. Terpaksa saya harus bermalam di stasiun. Untuk mengisi waktu, saya menyempatkan diri dengan berbaur bersama mayarakat setempat di sebuah warung kopi pinggir jalan, Banyak yang saya ketahui tentang Surabaya malam itu melalui perbincangan-perbincangan di warung kopi tersebut, sampai saya lupa waktu.

Bermalam di Stasiun
Malam telah larut, saya lalu menggelandang mencari tempat berbaring. Saya menuju masjid terdekat dari stasiun, namun ternyata dilarang tidur di masjid tersebut. Kembali kulangkahkan kakiku yang lelah, menuju stasiun untuk mencari tempat berbaring, dan akhirnya kutemui tiga orang yang tengah beristirahat depan loket pengambilan tiket kereta. Perlahan kuhampiri mereka, menyapa, mereka dan ternyata mereka juga calon penumpang kereta api menuju semarang, saya beruntung karena tiga orang ini senasib denganku.

Suara kicauan burung dan gemerising kereta api menyambut pagi di. Pukul 06.00 pagi di Kota Surabaya. Kembali kusemangati diriku, bahwa ini adalah perjuangan menuntut ilmu. Teman yang semalam juga sudah mulai terjaga dari tidurnya kami pun langsung mencari sarapan karena udara yang dingin membuat perut kami keroncongan. Akhirnya kami menemui pedagang bubur kedelai suap jahe. Katanya, makanan khas dari jawa timur, bahan dasarnya dari kedelai yang dihaluskan menjadi bubur, makan bubur soup jahe di pagi hari terasa nikmat karena udaranya yang dingin, namun langsung terasa hangat ketika menyantap makanan tersebut. Setelah itu, kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan menuju Semarang. Setelah memesan tiket, pukul 08.30 kami langsung naik kereta api eksekutif menuju semarangtawang, salah satu stasiun kota semarang. Pemandangan yang elok serta kota-kota yang begitu indah mengiringi lajunya kereta api menuju stasiun, tidak sedikitpun saya melewatkan pemandangan yang indah nan elok di perjalanan menuju kota Semarang.

Nampak kilas kota semarang
Tak terasa, akhirnya tiba di Semarang, setelah menempuh sekitar 8 jam perjalanan. Di Semarang, bangunannya juga banyak yang kental dengan nuansa Belanda, termasuk stasiunnya. Kota ini memang dikenal dengan arsitektur bangunan belanda-nya yang masih tetap dipertahankan hingga kini. Setelah kurang lebih 30 menit di stasiun, datanglah Hasan, salah seorang pengurus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Manunggal, salah satu UKM di Universitas Diponogoro, Surabaya. Saya berkunjung ke Semarang, adalah dalam rangka Mengikuti Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar yang didakan LPM tersebut.

Banyak peserta yang datang dari berbagai daerah di Nusantara. Sebagai utusan dari Makassar, saya tidak sendiri. Ada dua orang delegasi dari kampus UNM (Universitas Negari Makassar). Peserta-peserta yang mengikuti pelatihan ini antara lain: Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Medan, Universitas Sumatera Utara, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Universitas Tidar Magelang, Universitas Negeri Makassar, dan Universitas Islam Negeri.

Kunjungan Wisata
Sehabis Pelatihan, kami berkunjung ke beberapa tempat wisata di kota Semarang. Menurut Panitia, sebetulnya tidak ada tempat wisata alam, yang ad hanya tempat-tempat bersejarah. Perjalanan kami dimulai di sebuah tempat peribadatan agama hindu, yaitu vihara budhagaya dan pagoda Avalokitesvara. Di tempat ini, patung dan ukiran-ukiran khas china terlihat di setiap sudut bangunan yang begitu indah. Setelah puas menikmati kecantikan patung dan ukiran, kami pun melanjukan perjalanan menuju masjid agung kota semarang. Masjid ini merupakan kebanggaan kota semarang. Ornament yang begitu modern menghiasi setiap sudut masjid dengan menara yang tingginya mencapai 99 meter, seperti jumlah Asmaul Husna. Di atas menara tersebut, kami melihat isi seluruh kota dari ketinggian. Di dalam menara, terdapat museum tentang perjalanan masuknya agama islam di tanah jawa. Di masjid agung Semarang ini, kami juga menunaikan shaat dzuhur dan ashar secara berjamaah. Setelah puas dengan masjid indah itu, kami pun melanjutkan perjalanan menuju sebuah bangunan tua di tengah kota semarang yaitu gedung lawang sewu (pintu seribu) konon menurut penduduk setempat, gedung ini selain bersejarah juga sangat angker, karena merupakan penjara yang sadis di kota semarang.

Menelusuri bangunan tua ini pada malam hari, terlihat begitu sangat menakutkan. Perjalanan mengelilingi tempat wisata kota semarang terasa lelah pukul 10.00 kami dan seluruh pantia kembali menuju penginapan dan berakhir pula seluruh rangkaian pendidikan jrnalisrik tersebut, karena keesokan harinya seluruh peserta akan kembali ke daerahnya masing-masing dengan pengalaman dan ilmu yang bertambah tentunya.

Post a Comment