Pengusaha Kecil Diimbau Ajukan Keberatan Jika Biaya Kontribusi Lapak Dinilai Mahal
Laporan: Tim Redaksi
Sejak tahun 2009, hal-hal yang menyangkut kontribusi (sewa) kios oleh pedagang kecil yang berada di wilayah kampus, kini ditangani pihak kampus, dalam hal ini Badan Layanan Umum (BLU). M. Ridwan, SM, HK, yang mengkoordinir aktifitas pengusaha-pengusaha kecil di UIN menyatakan, “seharusnya para pedagang itu mengajukan keberatan atas biaya kontribusi tersebut, jika dinilai mahal. Kami, yang menetapkan biaya sebenarnya kurang tahu standar biaya yang ideal,” tegasnya. Ridwan melanjutkan, pengusaha-pengusaha kecil itu bahkan seharusnya memberikan rincian modal usaha mereka, berikut dengan keuntungan yang didapatkan. Ini untuk menjadi dasar penetapan biaya kontribusi agar tak terkesan dirugikan.
Merunut pemberitaan di edisi sebelumnya, (Washilah Edisi Mei 2010), sewa lapak dinilai melambung tinggi dan seakan mencekik leher. Sewa lapak awalnya ditangani Koperasi Mahasiswa, lalu pindah ke Rekening Koperasi Pegawai Negeri, dan terakhir Bagian Layanan Umum Universitas. Pada awal tahun 2010, harga kontrak lapak pedagang di Kampus UIN Alauddin Makassar naik 100%. Para pedagang mengeluhkan tidak adanya pemberitahuan tentang kenaikan harga kontrakan pada pertemuan yang diadakan beberapa bulan lalu dengan pihak kampus, Yang ada hanyalah penagihan uang sewa bagi yang belum melunasi kontrakan tahun 2009. Pertemuan itu juga tidak dihadiri oleh seluruh pemilik lapak.
Ibu Sulastri, yang mengelola kantin sejak 2003 mengaku, awalnya sewa lapaknya 100 ribu rupiah/bulan, kemudian naik 200rb, naik 400rb, hingga 800rb rupiah perbulannya. Wanita asal Banyuwangi ini merasa terbebani dengan mahalnya biaya sewa lapak. “Biaya hidup tambah mahal, omset yang didapat juga berkurang”, paparnya.
Rusdi, pemilik salah satu lapak, yang juga berjualan makanan mengaku keberatan dengan biaya sewa yang mahal. “Sekitar tiga tahun lalu saya membeli lapak ini (bangunannya) dari orang yang menjual sebelumnya seharga 1,5jt dan mengontrak lahan 300rb/ bln. Hanya saja, sejak awal 2010 saya harus membayar 600rb/bln. Kenaikannnya meningkat 100%”, ungkapnya ketika ditemui oleh tim.
Dalam sebuah diskusi ringan (selasa, 8/06), Ibu Rahmatia, pengelola kantin di Fakultas Kesehatan merasa kelabakan karena untung yang didapatkannya tidak seberapa untuk melunasi harga sewa lapak yang naik 2x lipat mulai awal 2010. “Saya belum melunasinya. Bahkan belum pernah membayar sampai saat ini. Mau menaikan harga jualan, kasihan mahasiswa.”
Hal yang sama dialami oleh Daeng Ngupi, salah satu penjual bakso keliling yang sudah dua tahun dikenakan pembayaran 10rb/hari. “10rb/ hari itu cukup mahal. Kita yang pedagang kecil yang terbebani. Mengeluh sama pihak bagian umum juga nda pernah di-bati-bati. Jawabanya, ya kalau nda’ mampu bayar keluar saja, masih banyak yang ngantri”, tuturnya saat ditemui di sela-sela rutinitasnya.
Perpindahan mahasiswa kampus I ke kampus II kelak, juga telah menjadi dilema para pemilik kantin. Uang sewa yang mahal menjadi pertimbangan bagi mereka untuk melanjutkan usaha. Jika sewa lapak yang dibangun sendiri cukup mahal (800rb/ bulan – 9,6 jt/thn), bagaimana dengan harga tempat yang rencananya disediakan khusus untuk para pedagang kelak di kampus II? “800 ribu saja saya sudah pikir-pikir, belum gaji karyawan,”, tutur salah seorang pedagang di lapaknya. “Saya sudah minta keringanan, tapi nda dikasih. Apalagi sewanya beda-beda, dihitung dari segi mana saya juga nda tahu. Bisa-bisa gulung tikar.” Lanjutnya.
Dampak kenaikan sewa lapak secara otomatis berpengaruh dengan mahasiswa, karena harga makanan juga ikut naik. “Kalau seperti ini, anak-anak Fakultas Kesehatan rata-rata akan membawa bekal. Logika tanpa lagistik akan anarkis!”, tutur Ketua BEM Kesehatan yang akrab disapa Riski saat menikmati waktu istirahatnya di salah satu kantin kampus II.
Ketua BEM Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Syamsul Bahri, juga menyayangkan naiknya harga sewa lapak tersebut. “Mahasiswa akan meminta kepada pihak yang menangani kantin agar bersedia meringankan beban para pengelola kantin. Bisa jadi akan ada aksi. Kami mengaggap ini tidak merugikan kampus, karena kampus milik Negara”. Tuturnya.
Sehubungan dengan itu, Selasa (08/06) kru washilah mencoba menemui Ketua Bagian Umum, di ruangannya. Menurutnya, kenaikannya itu bukan maunya siapa-siapa. Itu adalah keputusan forum, yakni pengurus BLU.
Post a Comment