Demonstrasi Pasca 1 September
Washilah Online - Demonstrasi adalah salah satu kata yang cukup akrab terdengar di sela-sela daun telinga kita, khususnya bagi kalangan Mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya sebagai Mahasiswa aktivis, dimana mereka sangat menekankan tiga fungsi mahasiswa Social Control, Agent of Change,dan Moral Force.
Di mana hal ini menjadi sebuah ideology tersendiri bagi kalangan aktivis kampus yang senantiasa meneriakan demokrasi dan kebebasan sepanjang masih dalam ruang lingkup norma-norma hukum yang berlaku baik di dalam maupun di luar kampus.
Akan tetapi aksi-aksi peneriakan demokrasi ini kerap cacat akan adanya tindakan yang kurang baik dan bahkan melanggar aturan hukum yang berlaku, hal yang demikian pun terjadi di Kampus Hijau Universitas Islam Negeri yang lebih akrab kita sebut dengan UIN. Di balik kemegahan-kemegahan gedung yang kokoh berdiri itu namun di dalamnya masih terdapat banyak kontroversi antara kebijakan pihak penguasa kampus dan mahasiswanya sendiri.
Karenanya demonstrasi pun menjadi salah satu alternatif yang sering dilakukan aktivis mahasiswa. Seperti halnya peristiwa yang terjadi pada 1 September lalu, yang di kenal dengan Peristiwa I September, Setelah beberapa saat sebelumnya para aktivis kampus vakum dengan aksi demonstrasiny. Dengan serantak mereka pun kembali muncul dimana pada saat itu bertepatan dengan penerimaan mahasiswa baru (maba) yang kemudian dijadikan sebagai objek demonstrasi, dengan dalih penolakan pelaksanaan Opak tingkat Universitas dimana Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas merasa dirugikan dan diambil lahan kerja pada kegiatan Opaknya oleh BEM Universitas. Melihat tahun-tahun sebelumnya memang ada keterkaitan BEM Universitas namun dengan metode yang berbeda dengan pelaksanaan opak tahun saat itu.
Hal ini pun dibenarkan oleh mantan ketua BEM Fakultas Syariah dan Hukum, Sirajuddin melalui wawancara singkat kami beberapa waktu yang lalu. Dimana beliau menegaskan bahawa kegiatan aktivis kampus tidak hilang pada saat itu namun mereka sedikit tertidur dengan persiapan penerimaan maba dan pelaksanaan Opak, yang kemudian kembali mengundang mereka muncul. Dikarenakan terjadi sedikit kontraversi antara Lembaga-lembaga kampus terlebih khususnya BEM Universitas dan BEM Fakultas terkait beberapa masalah yang timbul pada saat persiapan pelaksanaan sosialisasi penerimaan mahasiswa baru dan Opak saat itu.
Namun yang menjadi legitimasi BEM Universitas pada saat itu adalah telah dilakukanya rapat antar pimpinan dengan seluruh BEM Fakultas tentang pelaksanaan Opak. Dan pada saat itu telah disepakati bahwasanya BEM Universitas berhak atas sistem Opak yang dilakukan yang dilakukan selama empat hari dengan keterangan dua hari Opak tingkat Universitas dan dua hari Opak tingkat Fakultas, dan pada saat itu tidak ada penolakan atas aturan baru itu, dan hal itu yang menjadi masalah mengapa penolakan-penolakan itu terjadi setelah diadakan rapat antar pimpinan yang menimbulkan beberapa masalah yang tidak ada penyelesaianya sampai hari dilaksanakan Opak itu sendiri.
Hal itu yang menyebabkan penolakan Opak tingkat Universitas dengan cara mengacaukan pelaksanaanya. Dan sampai sekarangpun penyelesaian dan ketetapan sistem Opak pun belum dapat terselesaikan sehingga kemungkinan akan adanya perombakan sistem ataupun metode pelaksaan Opak itu sendiri agar supaya tidak terulang kembali peristiwa 1 September lalu.
Dimana masalah ini diberubah menjadi pelanggaran kriminalitas oleh mahasiswa akibatnya timbul masalah baru bagi mahasiswa yang terlibat dalam penyerangan dan pengacauan saat itu yang dianggap sebagai tindakan kriminalitas yang berbuah pemecatan sampai harus mendekam di lembaga permasyarakatan.
Laporan | Andy Rahman
Di mana hal ini menjadi sebuah ideology tersendiri bagi kalangan aktivis kampus yang senantiasa meneriakan demokrasi dan kebebasan sepanjang masih dalam ruang lingkup norma-norma hukum yang berlaku baik di dalam maupun di luar kampus.
Akan tetapi aksi-aksi peneriakan demokrasi ini kerap cacat akan adanya tindakan yang kurang baik dan bahkan melanggar aturan hukum yang berlaku, hal yang demikian pun terjadi di Kampus Hijau Universitas Islam Negeri yang lebih akrab kita sebut dengan UIN. Di balik kemegahan-kemegahan gedung yang kokoh berdiri itu namun di dalamnya masih terdapat banyak kontroversi antara kebijakan pihak penguasa kampus dan mahasiswanya sendiri.
Karenanya demonstrasi pun menjadi salah satu alternatif yang sering dilakukan aktivis mahasiswa. Seperti halnya peristiwa yang terjadi pada 1 September lalu, yang di kenal dengan Peristiwa I September, Setelah beberapa saat sebelumnya para aktivis kampus vakum dengan aksi demonstrasiny. Dengan serantak mereka pun kembali muncul dimana pada saat itu bertepatan dengan penerimaan mahasiswa baru (maba) yang kemudian dijadikan sebagai objek demonstrasi, dengan dalih penolakan pelaksanaan Opak tingkat Universitas dimana Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas merasa dirugikan dan diambil lahan kerja pada kegiatan Opaknya oleh BEM Universitas. Melihat tahun-tahun sebelumnya memang ada keterkaitan BEM Universitas namun dengan metode yang berbeda dengan pelaksanaan opak tahun saat itu.
Hal ini pun dibenarkan oleh mantan ketua BEM Fakultas Syariah dan Hukum, Sirajuddin melalui wawancara singkat kami beberapa waktu yang lalu. Dimana beliau menegaskan bahawa kegiatan aktivis kampus tidak hilang pada saat itu namun mereka sedikit tertidur dengan persiapan penerimaan maba dan pelaksanaan Opak, yang kemudian kembali mengundang mereka muncul. Dikarenakan terjadi sedikit kontraversi antara Lembaga-lembaga kampus terlebih khususnya BEM Universitas dan BEM Fakultas terkait beberapa masalah yang timbul pada saat persiapan pelaksanaan sosialisasi penerimaan mahasiswa baru dan Opak saat itu.
Namun yang menjadi legitimasi BEM Universitas pada saat itu adalah telah dilakukanya rapat antar pimpinan dengan seluruh BEM Fakultas tentang pelaksanaan Opak. Dan pada saat itu telah disepakati bahwasanya BEM Universitas berhak atas sistem Opak yang dilakukan yang dilakukan selama empat hari dengan keterangan dua hari Opak tingkat Universitas dan dua hari Opak tingkat Fakultas, dan pada saat itu tidak ada penolakan atas aturan baru itu, dan hal itu yang menjadi masalah mengapa penolakan-penolakan itu terjadi setelah diadakan rapat antar pimpinan yang menimbulkan beberapa masalah yang tidak ada penyelesaianya sampai hari dilaksanakan Opak itu sendiri.
Hal itu yang menyebabkan penolakan Opak tingkat Universitas dengan cara mengacaukan pelaksanaanya. Dan sampai sekarangpun penyelesaian dan ketetapan sistem Opak pun belum dapat terselesaikan sehingga kemungkinan akan adanya perombakan sistem ataupun metode pelaksaan Opak itu sendiri agar supaya tidak terulang kembali peristiwa 1 September lalu.
Dimana masalah ini diberubah menjadi pelanggaran kriminalitas oleh mahasiswa akibatnya timbul masalah baru bagi mahasiswa yang terlibat dalam penyerangan dan pengacauan saat itu yang dianggap sebagai tindakan kriminalitas yang berbuah pemecatan sampai harus mendekam di lembaga permasyarakatan.
Laporan | Andy Rahman
Post a Comment